Skip to content

dr. Batara Bisuk Silalahi

LORP (Local Officer on Human Rights and Peace) CIMSA FK UNS 2016-2017
VNE (Vice National Officer for External Affairs on Human Rights and Peace) CIMSA Indonesia 2017 – 2018
NORP (National Officer on Human Rights and Peace) CIMSA Indonesia 2018 – 2019
AB (Advisory Board) SCORP CIMSA Indonesia 2019-2020
SCORP IFMSA Regional Assistant for Asia-Pacific 2019-2020
IFMSA Program Coordinator for Ethics and Human Rights in Health 2020-2021
Internship in Rumah Sakit Kristen Ngesti Waluyo, Parakan, Temanggung

Become a CIMSA Official and IFMSA International Team, Why Not?

CIMSA FK UNS adalah salah satu pilihan terbaik dalam hidup dr. Bisuk. Pada awal menjadi mahasiswa baru, dr. Bisuk mengikuti dua jenis organisasi, organisasi dengan first impression ‘serius’ dan ‘bercanda’ agar terjadi keseimbangan. Awalnya dr. Bisuk mengira CIMSA adalah organisasi yang menyenangkan dan terkesan “lucu-lucuan” karena saat pengenalan organisasi, CIMSA menampilkan hal yang cukup menarik, yaitu berupa tarian. Namun, makin lama dr. Bisuk menyadari kalau CIMSA tidak sebercanda itu. CIMSA mampu mengembangkan diri dr. Bisuk cukup pesat. Makin dalam lagi, dr. Bisuk mengetahui bagaimana melayani orang lain dan termotivasi mengembangkan diri dan organisasi melalui CIMSA.

Dari banyaknya standing committee (SCO) di CIMSA, SCORP (Standing Committee on Human Rights and Peace) menjadi tempat berlabuh bagi dr. Bisuk. Bagi beliau, SCORP adalah salah satu SCO di CIMSA yang dapat mendekatkannya ke manusia; dekat dengan kemanusiaan, dekat dengan berbuat baik dengan manusia, karena dilihat dari fokus SCORP mengenai vulnerable people. Semua SCO memberi kebermanfaatan, tapi bagi dr. Bisuk SCORP lah yang dapat menyentuh hatinya karena bisa memberikan beliau pengalaman untuk memberikan pelayanan langsung kepada manusia. Melalui SCORP, dr. Bisuk makin paham dimana masalah yang ada dan apabila kita ingin membantu perubahan, kita harus mengubah diri kita terlebih dahulu. SCORP membuat dr. Bisuk percaya bahwa perdamaian kemanusiaan bisa dicapai.

Selama menjadi member, pengalaman yang paling berkesan bagi dr. Bisuk adalah saat kunjungan ke SLB (Sekolah Luar Biasa). Dr. Bisuk menjadikan kunjungan SLB ini adalah pengalaman yang eye opening. Saat kunjungan itu, beliau berkesempatan untuk memberikan edukasi kepada anak-anak di sana. Banyak kegiatan yang dilakukan saat itu, salah satunya adalah pertunjukan bakat dari anak-anak tersebut, seperti menyanyi, menari, dan lain sebagainya. Selain itu juga ada diskusi dan berbagai momen yang menunjukan bahwa mereka itu mampu. 

Setelah menjadi member, dr. Bisuk akhirnya melanjutkan perjalannya menjadi Official lokal (pengurus CIMSA FK UNS). Menurut beliau, saat akhirnya kita memutuskan untuk mendaftar sebagai official lokal, kita harus tau alasan kita maju dan ingin menjabat di posisi itu apa, bukan hanya karena ingin menjadi terkenal atau memenuhi CV (Curriculum Vitae). dr. Bisuk mengatakan bahwa menjadi official lokal -di kasus ini dr. Bisuk sebagai LORP-  bukan hal yang gampang dan cenderung lebih tricky pada kenyataannya karena akan lebih merasakan kewajiban untuk bisa melayani orang , mengayomi member, dan berurusan dengan human right issue yang sering terjadi, terutama di Solo. 

Saat di National Meeting CIMSA, dr. Bisuk bertemu dengan banyak alumni SCORP CIMSA dan diceritakan bahwa akan ada kesempatan mengabdi lebih untuk melayani orang lain dan bisa mendewasakan diri karena kita maju tidak untuk diri kita sendiri tapi juga memberikan dampak pada orang lain. Dr. Bisuk banyak mendapatkan dukungan untuk menjadi VNI (Vice NORP for Internal Affairs) atau VNE (Vice NORP for External Affairs); NORP adalah National Officer on Human Rights and Peace. Kemudian, beliau akhirnya memilih eksternal karena menurut beliau, internal adalah sesuatu yang bisa dikontrol namun sulit. Sedangkan, untuk eksternal kita harus bisa mengontrol diri dan lebih tidak abstrak. Di eksternal juga perlu link organisasi lain untuk membuat impact CIMSA lebih luas lagi. Selama mengemban amanah sebagai VNE pun dr. Bisuk mendapat banyak dukungan untuk menjadi NORP. Sebelum memutuskan menjadi NORP, beliau banyak mengikuti chat meet Official Nasional terlebih dahulu. dr. Bisuk banyak melihat potensi untuk memberikan pelayanan ke banyak orang di NORP dan akhirnya memutuskan untuk menjadi NORP. 

Selama menjabat, beliau banyak membuat acara-acara yang bermanfaat bagi banyak orang, seperti ke Lombok untuk membantu korban bencana. Setelah itu, dr. Bisuk ingin memberikan dampak untuk dunia dengan mencalonkan ke IFMSA Asia Pacific. Di IFMSA, beliau banyak membuat campaign mengenai human right issues terkhusus di isu di Asia-Pacific. Dokter Bisuk mengatakan bahwa kita memang tidak bisa mengubah dunia, tetapi setidaknya kita mempunyai peran masing-masing yang peran itu bisa membuat dunia menjadi lebih baik. 

Setelah total 6 tahun dr. Bisuk mengabdi CIMSA dan IFMSA, beliau ingin sharing ilmu dan berbagi kepada NMOs dan calon pemimpin IFMSA selanjutnya tentang pengalaman yang sudah beliau dapatkan dengan cara mencalonkan menjadi Program Coordinator for Ethics and Human Rights in Health yang menjadi konsultan dari aktivitas Ethics and Human Rights in Health di seluruh dunia.

Ketika melakukan tugas sebagai official di lokal, nasional, bahkan internasional, tentu dr. Bisuk merasakan perbedaan signifikan di dalamnya. Menurut dr. Bisuk ada tiga perbedaan antara official lokal dan nasional. Pertama, di lokal lebih terfokus terhadap engagement member di mana member dipastikan puas dan percaya diri dengan lokal CIMSA-nya sedangkan di nasional ada budaya dimana lokal-lokal akan berlomba-lomba mendapatkan hasil terbaik. Terutama kategori lokal yang “hijau”, tetapi untuk lokal dengan kategori “merah” dan “kuning”, bagian nasional juga harus tetap memberikan bimbingan untuk tercapainya standardisasi. Kedua, penilaian di lokal lebih secara subjektif karena dilihat dari keaktifan anggota sedangkan untuk nasional lebih objektif karena bisa diklasifikasikan. Ketiga, banyak waktu untuk bertemu satu sama lain di lokal daripada nasional karena perbedaan jarak karena itu untuk melayani lokal dan nasional juga beda.

Ada banyak pengalaman yang didapatkan dr. Bisuk selama mengemban amanah di CIMSA, baik lokal maupun nasional. Selama menjadi LORP (Local Officer on Human Rights and Peace), beliau membuat banyak acara, salah satu yang berkesan adalah kunjungan ke RSUD Dr. Moewardi untuk anak kanker karena sungguh luar biasa semangat hidup anak-anak tersebut. Kemudian, saat menjadi VNE SCORP CIMSA Indonesia ada SCORP Camp yang dimana beliau menjadi narahubung ke UNICEF dan bisa memberikan ide untuk membuat infografis dari SCORP CIMSA. Dokter Bisuk mengatakan bahwa CIMSA bisa menjadi tempat untuk berkreasi membuat sesuatu yang menarik. Saat menjadi NORP beliau berkolaborasi tentang masalah refugees dengan Turki dan bisa menjadi pembicara di external meeting untuk lebih menyuarakan suara dari para mahasiswa kedokteran. Intinya, kita harus ingat bahwa di CIMSA selain untuk tempat berkreasi, kita juga harus membuat manfaat untuk orang lain. Setelah itu di IFMSA, ada pelajaran yang sangat berkesan menurut dr. Bisuk, yaitu culture sensitivity dimana kita harus paham bahwa latar belakang kita akan berpengaruh pada cara kita berpikir dan bertindak, dan hal tersebut bisa berbeda pada setiap orang apalagi dengan perbedaan kultur yang nyata. Untuk lebih memahami itu kita perlu mendewasakan diri dan lebih menghargai orang lain karena setiap orang memiliki keunikannya masing-masing. 

Selama itu pula beliau juga menyebutkan bahwa ada tiga pelajaran yang beliau dapatkan. Pertama adalah mengembangkan diri. Pengembangan diri yang dialami beliau sangat terasa sekali dan juga banyak hal yang berubah menjadi lebih baik yang menjadikan dr. Bisuk hingga seperti saat ini. Kedua, mengembangkan organisasi. CIMSA bisa jadi tempat untuk meningkatkan kemampuan berorganisasi, jiwa profesionalisme, membantu kita untuk memiliki dan menyalurkan ide-ide yang cemerlang, serta berkreasi. Ketiga, bermanfaat untuk orang lain. Ada satu kalimat yang selalu beliau ingat dari orang tuanya, yaitu “Jika ada satu pintu di depan, cobalah untuk dibuka. Jangan memikirkan pintu yang lain takut tertutup, siapa tau dengan kita membuka pintu yang tadi, pintu yang lain malah terbuka” maksudnya adalah jika ada kesempatan take it” kalau diri kita sendiri mampu untuk menjalankan. Akan tetapi,sebelumnya kenali dan lihat juga diri kita, kenali lingkungannya, apakah kita cocok dengan pekerjaan ini, dan apakah kita pantas untuk melayani orang lain melalui pelayanan di organisasi tersebut.

Di masa pandemi saat ini, tentu kegiatan kita menjadi terbatas. Sebatas hanya bisa bertemu dengan rekan lewat dunia maya. Beda halnya saat dr. Bisuk masih menjabat sebagai Official Nasional, beliau sering pergi dari satu kota ke kota lain. Beliau pernah pergi ke Padang, Riau, Sumatera Utara, Surabaya, Bandung, Lombok, dan berbagai kota lainnya. Menurutnya, perbedaan yang paling signifikan antara kegiatan offline dan online adalah mengenai esensi physical interaction dan sense of belonging-nya. Membuat acara offline dan online tentu sangat berbeda, mulai dari persiapannya, keberjalanan acaranya, dan interaksinya.  Memang, membuat acara online tentu lebih mudah termasuk untuk mengumpulkan orang dari berbagai daerah. Namun, sense of belonging dan physical interaction yang dirasakan kurang. Berbeda dengan penyelenggaraan acara offline di mana kita lebih bisa belajar mengenal karakter orang yang berbeda-beda secara langsung. Tentu, ada konsekuensi yang harus diterima apabila menyelenggarakan acara offline, salah satunya adalah lelah fisik. Namun, bagi dr. Bisuk hal itu sebanding dengan pengalaman dan perasaan yang didapat selama keberjalanan acara offline.

Beliau turut membagikan pengalamannya dalam mengisi acara Studium Generale dimana beliau mengajar bersama pembicara dari Amerika, membahas tentang Human Trafficking. Selain itu, beliau juga pernah menjadi satu-satunya perwakilan mahasiswa bersama LO-UNA CIMSA pada jamannya, di acara UNICEF BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) sebagai pembicara bersandingan dengan pembicara penting, membahas mengenai Air Pollution and Its Relation with Children’s Health and Rights. Beliau menganggap pengalaman itu berkesan, karena CIMSA memberi kesempatan agar beliau memiliki banyak teman dimana-mana melalui berbagai cara, salah satunya saat beliau berkeliling Indonesia untuk mengisi materi dan lain sebagainya.. Bahkan, dengan bergabung dengan IFMSA beliau juga menjalin pertemanan di tingkat internasional. Beliau juga menceritakan pengalamannya berkeliling Thailand dengan pertemanan yang ia jalin melalui IFMSA. Baginya, hal itu berkesan karena pertemanannya tidak hanya berakhir di organisasi, namun juga tetap berjalan di luarnya. 

Seperti yang telah disinggung sedari tadi, dr. Bisuk tidak hanya melebarkan sayapnya di kancah lokal dan nasional namun juga di internasional, yaitu di IFMSA. Saat membicarakan tentang IFMSA, pasti yang terlintas di pikiran kebanyakan orang adalah “CIMSA berafiliasi dengan IFMSA”. Akan tetapi, sebenarnya seperti apa sih yang dimaksud dengan ‘berafiliasi’ ini? Jadi, afiliasi yang dimaksud adalah CIMSA merupakan bagian resmi dari IFMSA, terkait sejarah atau asal-usulnya mungkin bisa kita cari tahu lebih lanjut di Cul de Sac atau pun CIMSA History Book. Tetapi, sangat perlu kita ketahui bahwa kita sebagai member CIMSA otomatis kita merupakan member IFMSA.

Dokter Bisuk mengatakan bahwa member adalah penggerak atau roda utama dari IFMSA. Terdapat 139 NMOs (National Member Organizations) dari 130 negara di seluruh dunia yang berafiliasi dengan IFMSA. Mengapa lebih banyak jumlah NMOs daripada jumlah negaranya? Hal ini biasanya terjadi dikarenakan masalah teritorial negara.

IFMSA juga memiliki 6 Standing Committees seperti CIMSA, karena memang CIMSA mengadaptasi dari IFMSA yang lebih dahulu berdiri, yaitu sejak 1951. Perlu diketahui juga, bahwa IFMSA terbagi menjadi 5 region, seperti pembagian region oleh United Nations, yaitu ada Europe, Asia-Pacific, Eastern Mediterranean, Africa, America. Indonesia sendiri tergabung dalam regio Asia-Pacific. Jadi, 139 NMOs dari 130 negara tadi itu terbagi dalam 5 regionalisasi.

Untuk struktural dan kepengurusan di IFMSA sendiri seperti apa sih? Apakah sama dengan CIMSA? Seperti Standing Committees (SCO), struktural dari CIMSA juga menganut/mengadaptasi dari IFMSA, tetapi selama bertahun-tahun IFMSA sudah banyak berubah secara struktural meskipun intinya tidak terlalu berbeda.

Struktural di IFMSA terbagi menjadi dua, ada Team of Officials dan IFMSA International Team. Apabila dianalogikan, Team of Officials itu seperti Official Nasional/Lokal di CIMSA, sedangkan IFMSA International Team itu seperti National Committee/Local Committee dari masing-masing SCO.

Team of Officials IFMSA terbagi menjadi beberapa jabatan lagi, di antaranya Executive Board, Supervising Council, Stand Committee Director, Liaison Officer, dan Regional Director. Terkait penjelasan dan jabatan lebih lanjut, di antaranya:

  • EB (Executive Board)
  • President
  • Vice President for Member (VPM)

Bisa dianalogikan seperti VPI (Vice President for Internal Affairs) di CIMSA Indonesia

  • Vice President for External Affairs (VPE)
  • Vice President for Finance (VPF)
  • Vice President for Public Relations and Communication (VPRC)

Seperti MCD (Media and Communication Director) di CIMSA Indonesia atau pun lokal

  • Vice President for Capacity Building (VPCB)

Seperti HRDC/HRDD (Human Resources Development Director) di CIMSA Indonesia atau pun lokal

  • Vice President for Activities (VPA)

Seperti PDD (Project Development Director) di CIMSA Indonesia atau PC (Project Coordinator) di CIMSA Lokal

Perbedaan antara struktural EB IFMSA dan CIMSA adalah ada beberapa

tambahan Vice President, seperti VPRC, VPCB, VPA. Selain itu, tidak ada Secgen

di kepengurusan IFMSA karena ranah kerjanya dikerjakan oleh VPA.

  • Supco: Supervising Council/SC
  • Standing Committee Director: seperti Local/National Officer di CIMSA
  • Liaison Officer (LO)

Untuk LO di IFMSA dibedakan menjadi dua, ada di masing-masing SCO dan ada di luar SCO. Untuk LO di masing-masing SCO merupakan ketua external dari Standing Committee (SCO)

Jadi setiap SCO punya LO masing-masing, di antaranya:

  • LRP (Liaison Officer to Human Rights and Peace Issues)
  • LRA (Liaison Officer for Sexual and Reproductive Health and Rights Issues, including HIV&AIDS (SCORA))
  • LME (Liaison Officer for Medical Education Issues (SCOME))
  • LPH (Liaison Officer for Public Health Issues (SCOPH))
  • LSR (Liaison Officer for Medical Sciences and Research Issues)

Baru saja diinisiasi dan disahkan per March Meeting 2022, sebagai pengganti LO SO (Liaison Officer to Student Organizations)

Selain itu juga ada LO di luar SCO, yaitu :

  • Liaison Officer to WHO (World Health Organization)

Sedikit berbeda dengan struktural LO CIMSA Indonesia, yang dibedakan untuk masing-masing organisasi, yaitu ada LO UNA (United Nations), LO GO (Government Organizations), LO NGO (Non Government Organizations), LO SO YO (Student & Youth Organizations)

  • Regional Director

Merupakan ketua dari masing-masing region, setiap Regional Director pun akan memiliki ketua-ketua di setiap SCO, namanya Regional Assistant (contohnya seperti dr. Bisuk dulu menjabat sebagai RA for SCORP, ada RA untuk SCO lain, RA untuk Capacity Building, dan lain-lain)

Biasanya, struktural dari IFMSA ini akan ditanyakan untuk interview kandidat Official Nasional dan IFMSA. Jadi, untuk teman-teman yang ingin melanjutkan kesana, jangan lupa untuk dipelajari lebih lanjut, ya!

Melihat cukup kompleksnya struktur kepengurusan di IFMSA, bisa kita sadari bahwa sangat banyak peluang-peluang untuk berkecimpung di IFMSA. Contohnya, seperti dr. Bisuk yang pernah menjadi IFMSA International Team, yaitu Regional Assistant (RA) for SCORP dan Program Coordinator for Ethics and Human Rights in Health. Akan tetapi, tidak hanya itu saja, masih sangat banyak lagi peluang lainnya bahkan selain yang tadi sudah disebutkan sebelumnya. Misal di bawah VRPC (Vice President for Public Relations and Communication) ada Publication Assistant dan lain-lainnya.

Salah satu alasan yang mendasari dr. Bisuk untuk bergabung dengan IFMSA adalah bahwa ia melihat permasalahan HAM tidak hanya terjadi di Indonesia saja, namun juga di dunia. Beliau memiliki niat mulia untuk dapat memberikan dampak baik terhadap perdamaian dunia saat menjadi mahasiswa dan salah satu pintu untuk mewujudkan hal tersebut adalah melalui IFMSA. Salah satunya adalah ketika beliau diamanahi sebagai IFMSA Program Coordinator for Ethics and Human Rights in Health 2020-2021, disana beliau belajar banyak untuk membantu menciptakan aktivitas agar lebih bermakna dan menciptakan generasi baru, serta bisa memberi banyak impact secara luas.

Pada tahun kepengurusan sebelumnya, yaitu 2019-2020, dr. Bisuk mengemban amanah sebagai SCORP Regional Assistant for Asia-Pacific. Bahasa awamnya, beliau saat itu menjadi ketua dari SCORP se-regio Asia-Pacific, yang mana ranah kerja beliau di antaranya memastikan bahwa semua nasional dan semua NMOs dari SCORP di Asia-Pacific itu bisa berkembang dengan maksimal dan bisa aktif, serta melakukan berbagai campaign di regional juga. Saat mengemban amanah, dr. Bisuk mengaktifkan SCORP di beberapa negara, seperti Kyrgyzstan, Afghanistan, dan Kazakhstan yang saat itu sempat vakum. “Saat mereka sudah menjadi mandiri dan bermanfaat, bisa melakukan suatu hal yang luar biasa untuk negaranya. Tentunya hal itu menjadi kebanggaan tersendiri, jadi kita mengembangkan NMOs melalui aktivitas-aktivitas, selain itu kita melakukan campaign di Regional juga”, kata dr. Bisuk.

Selain itu, karena beliau adalah bagian dari SCORP International Team, tentunya tergabung juga dalam session team sehingga saat International Meeting (March Meeting & August Meeting) beliau juga memastikan bahwa session tersebut berjalan dengan lancar serta turut mengisi sesi. Sebagai SCORP Regional Assistant saat itu, beliau juga memimpin Asia-Pacific Week untuk SCORP Session, meng-conduct monthly meeting untuk NORP, bahkan membuat four monthly meeting untuk member di Asia-Pacific.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa beliau pernah mengemban amanah sebagai IFMSA Program Coordinator for Ethics and Human Rights in Health pada 2020-2021. Untuk ranah kerja sebagai PC ini lebih ke semacam menjadi ‘konsultan’, activity coordinator  yang terkait dengan Ethics and Human Rights in Health dari berbagai NMOs dan negara akan menghubungi dr. Bisuk dan mengkonsultasikan mengenai aktivitas-aktivitas mereka. Selain itu, dr. Bisuk juga berkesempatan untuk mengisi berbagai materi, sharing session, dan mengisi program enrollment (biasanya untuk activities fair/award). Jadi, untuk ranah kerja sebagai PC lebih banyak administratifnya jika dibandingkan dengan Regional Assistant.

Saat menjadi official, kita tidak hanya mengerjakan ranah kerja kita saja tapi ada banyak juga opportunities yang bisa kita ikuti apabila bergabung dengan IFMSA. Ada beberapa kegiatan di luar ranah kerja jabatan beliau yang pernah dr. Bisuk jalani di antaranya:

  • Turut serta dalam pembuatan Policy Documents
  • Pembuatan SCORP Strategy for Member Engagement
  • Pembuatan modul Medical Curricula Social Accountability
  • Mengisi training
  • Mengikuti banyak supporting group dan campaign
  • Menjadi fasilitator International Training on Human Race Education pertama di IFMSA

Dalam menjalani dunia perorganisasian yang super padat dan menyita waktu tersebut, dr. Bisuk tentu pernah berada di titik lelahnya. dr. Bisuk tidak menyarankan untuk double job. Daripada bekerja terlalu banyak dan berakhir tidak fokus di satu tempat, bagi beliau alangkah baiknya untuk tetap menjaga diri kita dalam keadaan highly motivated  dalam setiap pekerjaan yang kita kerjakan sehingga kita harus mencari jati diri kita terlebih dahulu. Setelah kita tahu dan bisa bertahan di tempat yang kita pilih, kita akan punya seribu alasan untuk tidak menyerah. Apabila kita sudah merasa lelah, maka kita harus ingat apa alasan kita memulai hal tersebut. 

Cara kedua untuk tetap highly motivated adalah kita bisa membuat beberapa sub  goal atau goals kecil, sehingga kita tahu apa yang sudah kita lakukan dan mensyukuri hal itu. Dengan hal ini, kita tidak akan merasa monoton. Membuat goal besar tentu penting, tapi akan sangat baik apabila kita membuat goals kecil tersebut agar kita tidak merasa bahwa kita membuang-buang waktu untuk mencapai goals yang memang butuh waktu lama.

Cara ketiga, hati – hati dengan distraksi. dr. Bisuk pernah membaca mengenai orang-orang sukses yang memang bangun pagi dan mau mengerjakan sesuatu saat orang lain tidak mau melakukannya serta menjauhkan diri dari distraksi.

Cara yang terakhir adalah commit to schedule. dr. Bisuk mengatakan bahwa dirinya  adalah orang yang apabila memiliki pekerjaan, beliau akan makin termotivasi untuk menyelesaikannya. Karena beliau menyadari apabila memiliki pekerjaan, maka waktu yang ada untuk belajar akan makin sedikit sehingga dr. Bisuk semakin menghargai waktu. Dengan membuat jadwal, kita akan termotivasi dalam menjalani hari dengan baik.

 Terakhir adalah “Learn How To Say No”, jangan menjadi yes man atau yes woman. Kita harus memprioritaskan kapasitas kita terhadap suatu pekerjaan. Jangan katakan “ya” untuk semua pekerjaan apabila akhirnya hanya kita lakukan dengan setengah hati dan berakhir menjadi kerugian entah bagi kita maupun bagi orang lain.

Bagi dr. Bisuk, berorganisasi tidak hanya mementingkan outcome yang kita dapat dari dalamnya, namun juga bagaimana kita membangun relasi dengan orang lain. Ada perubahan drastis yang dr. Bisuk rasakan ketika peralihan dari NORP ke IFMSA, beliau yang dulunya sharp dan kritis lama-kelamaan ternyata menyadari bahwa hubungan interpersonal sangat lah penting terutama tentang bagaimana caranya kita bisa mempertahankan relasi tersebut. Tujuan dalam berorganisasi tidak hanya untuk memberikan manfaat bagi orang lain namun juga untuk berkolaborasi. Beliau belajar, dengan sifatnya yang tajam atau terlalu kritis terhadap sesama rekan kerja ternyata tidak bisa dibenarkan karena treatment tiap orang satu dengan yang lainnya itu berbeda. Terutama saat beliau bergabung dengan IFMSA dan bertemu dengan banyak orang dari berbagai belahan dunia. Disana beliau belajar bahwa work ethic orang tiap negara sangat lah berbeda sehingga treatment kita untuk tiap orang pun juga berbeda. Beliau menyadari bahwa hubungan interpersonal itu sangat menarik dan dinamis di sebuah organisasi. Kedinamisan itu tentu akan berbeda saat menjadi official di lokal, nasional,dan di internasional. Seperti halnya menjadi dokter, kita tidak hanya berpaku pada implikasi materi, tetapi komunikasi dan etika merupakan hal penting yang dapat dipelajari di organisasi. 

Untuk lebih mantap dalam mempersiapkan diri menjadi salah satu bagian dari official CIMSA dan IFMSA International Team, dr. Bisuk membagikan 3 Tips and Trick, antara lain : 

  1. Jangan lupa tujuan utama kita adalah menjadi dokter, artinya kita boleh aktif dimanapun tapi pertanggung jawabkan kewajiban itu sesuai jadwal yang kita punya. Karena di masa mendatang nanti, nyawa pasien adalah tanggung jawab diri kita sendiri sehingga ketika masa perkuliahan manfaatkan waktu untuk melakukan persiapan sebaik mungkin agar tidak menjadi hambatan nantinya. Kita harus bisa tetap belajar, beristirahat serta menjaga diri kita dan bertanggung jawab akan tujuan kita untuk menjadi dokter. Saat orang lain hanya makan, tidur, dan belajar, ketika kita memutuskan untuk mengambil suatu amanah di organisasi maka kita akan punya satu pekerjaan ekstra. Jadikan hal tersebut untuk lebih bisa menghargai waktu dan jangan lupa untuk istirahat dan menciptakan keseimbangan. 
  2. Membuka diri untuk segala peluang yang ada, pelajari apakah peluang itu tepat untuk kita atau tidak. Membuka satu pintu akan membuka pintu-pintu lainnya.
  3. Luruskan niat saat mengambil amanah apapun. Upayakan tujuan untuk melayani sesama, bukan untuk pride pribadi atau CV karena itu membuat lelah di tengah.

Setelah berkecimpung di dalam dunia official, tentu kepentingan kita akan terbagi menjadi kepentingan akademis dan kepentingan organisasi. Hal itu tidak dapat dihindari dan mungkin di perjalanannya kita akan merasa kesulitan untuk menjalani masa jabatan sembari mengurus akademik. Dokter Bisuk membagikan pengalaman mengenai self and time management versi beliau. 

Bagi dr. Bisuk, kekosongan jadwal justru membuat beliau stress. Maka beliau membuat schedule dan target dengan subgoals tertentu, seperti monthly achievement dan semacamnya untuk menyeimbangkantiap waktunya. Beliau juga menyisihkan waktu untuk hiburan karena bagi beliau itu adalah hal yang tidak kalah penting. Namun, tetap jaga agar semua itu tetap balance. Baginya, self reward tidak hanya tentang jalan-jalan atau beli barang. Beliau cenderung lebih suka menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Beliau membagikan apa yang ia sadur dari buku “The 5AM Club”,  bahwa ada salah satu cara yang dapat kita terapkan agar lebih siap menjalani hari yaitu dengan own our morning and elevate our life. Hal itu dilakukan dengan mekanisme 20-20-20. 20 menit olahraga, 20 menit refleksi diri, dan 20 menit membaca hal yang kita suka. Satu jam tersebut adalah victory hour yang membuat kita bisa menjalani hari dengan fresh dan baik. Habit itu akan terbentuk dalam 66 hari. Memang sulit awalnya, namun menanam habit baru tentu tidak akan rugi. Beliau menarik kesimpulan bahwa bagaimana kita menciptakan habit yang baik untuk kita adalah salah satu self and time management yang baik karena dengan hal tersebut ada empat hal yang bisa kita lengkapi yaitu mindset, health-set, heart-set, dan soul-set. Sehingga kita akan merasa penuh dan siap menjalani hari. Dengan jadwal yang tertata dan diri kita sudah berada di state yang siap untuk menjalani hari, maka bagi dr. Bisuk segala urusan yang datang akan terasa lebih mudah.