Skip to content

dr. Silvy Rahmah Yanthy

Local Officer on Medical Education CIMSA FK UNS 2002/2003
National Officer on Medical Education CIMSA Indonesia 2003/2004
Vice President for Internal Affairs CIMSA Indonesia 2004/2005
Supervicing Council CIMSA Indonesia 2005/2006
Head of RSI Siti Hajar Sidoarjo Medical Department
Hospital Management Master’s Student of Universitas Brawijaya

Pada Meet Our Figure #11 kali ini, kita akan mengobrol bersama salah satu Alumni CIMSA FK UNS, dr. Silvy Rahmah Yanthy, yang saat ini merupakan Kepala Bagian Medik di Rumah Sakit Siti Hajar, Sidoarjo, Jawa Timur.

Ingin tahu perjalanan dr. Silvy selama menjalani profesinya sebagai Kepala Bagian Medik dan  menempuh pendidikan di program Magister Manajemen Rumah sakit?  Apa saja hal yang membuat beliau akhirnya memutuskan berkecimpung di bidang manajemen?

Atau ingin tahu persiapan, ujian, tips and trick agar berhasil mendaftar di program Magister Manajemen Rumah Sakit, dan masih banyak lagi terkait program magister tersebut?

Cari tahu lebih lanjut di POCI Season 2 Episode 5 di Spotify kami!

—————————————————————————

Setelah lulus dari jenjang pendidikan kedokteran, tentu banyak sekali bidang yang bisa digali sesuai dengan potensi serta passion kita, entah itu spesialis, klinisi, maupun bidang lainnya. Mungkin, itulah kurang lebih yang dr. Silvy dapat simpulkan setelah menempuh pendidikan S1 Kedokteran di Universitas Sebelas Maret. Dokter tidak melulu harus menjadi spesialis, banyak lapangan yang disediakan bagi mereka yang ingin terjun ke ranah lain. Seperti halnya dr. Silvy yang saat ini sedang menempuh pendidikan magisternya di program Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Brawijaya. Alih-alih mengambil spesialis, beliau memilih melanjutkan menuju ke program magister tersebut karena baginya, untuk menciptakan fasilitas kesehatan yang baik serta bermutu tidak hanya dilihat dari tenaga kesehatannya saja, namun manajemen rumah sakit yang baik tentu mengambil peran dalam hal tersebut. Ditambah lagi dengan latar belakang beliau yang dibesarkan di organisasi yang memberinya banyak amanah menjadi seorang “pemimpin”  membuat beliau belajar banyak tentang leadership dan terbiasa dengan hal tersebut. 

Bagi dr. Silvy, potensi serta passion kita lah yang akan membawa kita menuju masa depan dan hal tersebut bisa mulai dilatih ketika sekolah atau kuliah, dengan menyadari passion yang kita punya dan menggalinya lebih dalam lagi. Seperti halnya beliau yang menyadari passion nya dalam leadership ketika bernaung dan besar di CIMSA yang turut mengambil andil dalam perjalanannya. Dengan pengalaman yang beliau dapat semasa mengemban amanah di CIMSA, sekarang beliau bisa mengelola leadership, networking, dan kemanajemenan di Rumah Sakit dengan baik. Baginya, organisasi turut membantu kita dalam membentuk karakter dan juga relasi.

  1. Silvy sekarang sedang menempuh pendidikan magister nya di program Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Brawijaya sembari menjalankan profesinya sebagai Kepala Bagian Medik di Rumah Sakit Islam Siti Hajar Sidoarjo. Dengan berbekal izin dari rumah sakit tempatnya bekerja, beliau membagi waktu antara dua hal tersebut dengan bekerja hingga hari Sabtu dan berkuliah saat weekend. Ada jam-jam tertentu beliau diijinkan berkuliah, dengan evaluasi rutin tentunya. Bukan hal yang mudah bagi dr. Silvy untuk mengemban dua hal besar dalam satu waktu yang bersamaan. Ada kalanya terjadi tabrakan kepentingan antara kedua hal tersebut. Namun, baginya semua kembali lagi pada prioritas. Mau tidak mau, beliau harus menjadi decision maker atas keputusan yang beliau ambil, karena bagaimanapun juga beliau bertanggung jawab penuh atas kedua hal tersebut. Misalnya, ketika kuliah online via Zoom Meeting yang mengharuskan on cam dan kebetulan saat itu beliau sedang bekerja, maka beliau harus off cam. Dua hal tersebut dapat beliau lakukan dengan beriringan, tetapi harus ada yang dikorbankan. Apabila saat itu beliau tidak off cam, mungkin seharusnya beliau bisa mendapat poin 10 sempurna, tetapi karena tuntutan pekerjaan maka poinnya kurang dari angka tersebut, mau tak mau hal itu harus diterima agar dua tanggung jawabnya bisa berjalan dengan baik. Namun, ketika ada kalanya untuk ujian, beliau harus melepaskan pekerjaannya dengan meminta izin dari pihak rumah sakit. Kembali lagi, semua tanggung jawab ada di tangan kita sebagai decision maker-nya, jadi kita harus bijak dalam hal tersebut agar tidak ada satu tanggung jawab pun yang tertinggal.

Untuk menempuh program magister yang sedang beliau tempuh sekarang, tentu tidak diraih dengan proses yang instan. Terdapat beberapa tahapan seleksi yang harus dilalui, antara lain seperti tes tertulis, TOEFL, TPA, wawancara, tes psikologi, dan sebagainya. IPK dan akreditasi kampus juga menjadi bahan pertimbangan. Untuk IPK sendiri ada angka minimalnya yaitu 2.75. Di samping itu, biasanya journal reading serta literasi juga akan digali untuk mengetahui tingkat baca calon mahasiswanya. Salah satu hambatan yang dialami  dr. Silvy untuk masuk ke program magister tersebut adalah beliau melakukan persiapan tersebut saat masa pandemi yang tentu membuat banyak hal banyak dilakukan secara online. Seperti halnya tes online, TOEFL online, dan sebagainya. Namun, hal tersebut tidak menurunkan semangatnya untuk mengejar pendidikan impiannya tersebut.

Dengan banyaknya pengalaman dr. Silvy dalam bidang manajemen, hal itu menjadi poin tinggi baginya saat proses wawancara di program magister tersebut. Memang, sejatinya tidak ada kewajiban dari universitas yang mengharuskan untuk memiliki pengalaman manajemen sebelumnya, tetapi baginya apabila sudah terbekali pengalaman sebelum memutuskan bersekolah hal itu akan membantu proses belajar dan membuat kita sudah tau cara meng-handle lapangan. Berdasar pengalaman beliau, dr. Silvy sering kali dianggap lebih unggul di bidang manajemen. Misalnya saat diskusi dengan dosen, beliau seakan bisa relate terhadap materi yang disampaikan dan bisa mencocokkannya dengan keadaan di lapangan sehingga berbuah nilainya pun menjadi baik pula. Baginya, hal tersebut seperti membaca buku, apabila kita sudah pernah baca, maka kita akan jadi lebih paham saat dijelaskan kembali. dr. SIlvy juga menyampaikan agar kita turut mempersiapkan literasi kita selama kuliah dengan meningkatkan journal reading dari sumber yang kredibel, karena hal itu pasti akan ditanyakan dan menjadi pertimbangan baik itu ketika melanjutkan ke spesialis atau program master lainnya.

Kalian pasti penasaran, kan? Sebenarnya, pengalaman apa saja sih yang sudah berhasil membentuk sosok hebat seperti dr. Silvy sekarang ini? Mulanya, beliau besar dan berkembang di CIMSA pada tahun 2002 dengan amanah sebagai LOME (Local Officer on Medical Education) CIMSA FK UNS pada tahun kepengurusan 2002/2003 dan NOME (National Officer on Medical Education) CIMSA Indonesia tahun kepengurusan 2003/2004.  Kemudian melanjutkan menjabat sebagai VPI (Vice Precident for Internal Affairs) CIMSA Indonesia tahun kepengurusan 2004/2005, serta SC (Supervising Council) CIMSA Indonesia tahun kepengurusan 2005/2006. Setelah lulus, beliau tergabung dalam Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI), Perhimpunan Dokter Nahdhlatul Ulama (PDNU). Beliau juga pernah diamanahi sebagai Kepala Instalasi IGD, Kepala Komite K3RS (Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit), Kepala Ruang Humas (Hubungan Masyarakat), Kepala Kelomppok Kerja (Kapokja) Akreditasi ARK (Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan). Saat ini beliau juga masih mengemban amanah sebagai Ketua Panitia Akreditasi Rumah Sakit, Koordinator Pokja PAP (Pelayanan dan Asuhan Pasien), Ketua Tim Pelayanan Prima, Ketua P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja), Wakil Ketua Tim Satgas COVID-19 Rumah Sakit, Sekretaris Komite Medik, Sekretaris Tim JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) Rumah Sakit, Sekretaris PDNU Sidoarjo, dan Humas PDUI Sidoarjo.

Bagi dr. Silvy, ketika mencari pengalaman, kita harus be active dan be yourself. Dimanapun, kita harus menjadi diri sendiri dan sesuatu nantinya akan datang sesuai dengan amanahnya, tentu dengan attitude yang baik dan sesuai dengan kapasitasnya. Kita harus menghindari sifat serakah, karena sesuatu yang berlebihan itu tidak baik dan berujung menghasilkan performa yang buruk. Intinya, untuk mencari pengalaman kita juga harus melihat kapabilitas kita sebagai manusia, jangan sampai kita mengemban amanah terlalu banyak yang menimbulkan kesusahan baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain. 

Program Magister Manajemen Rumah Sakit tentunya memiliki perbedaan dengan program magister lainnya maupun program spesialis. Program magister ini membentuk seorang pemimpin di rumah sakit dan sebagai pemimpin, tentunya tidak bisa hanya menyuruh bawahannya untuk melakukan sesuatu. Sebagai seorang pemimpin, kita juga harus paham terhadap pekerjaan yang tim kita lakukan. Pemimpin harus bisa memeriksa apakah progres anggota tim mereka benar, mengawasinya, dan mengoreksinya. Maka dari itu, di program Magister Manajemen Rumah Sakit diajarkan hal-hal mengenai manajemen perumahsakitan seperti manajemen keuangan, pemasaran, ilmu komputer, soft skills, dan lain-lain. Selain itu, kita juga diajarkan mengenai bagaimana menjadi pemimpin yang baik dan how to communicate dengan banyak orang karena menjadi pemimpin juga harus memiliki tata komunikasi yang baik. Untuk program Magister Manajemen Rumah Sakit di Universitas Brawijaya sendiri tidak mengharuskan calon mahasiswanya berasal dari S1 Kedokteran, lulusan S1 Keperawatan atau Non-Kesehatan juga bisa mendaftar di program tersebut. Lapangan pekerjaan yang disediakan oleh program magister ini banyak berkutat dengan dunia struktural rumah sakit, seperti halnya konsultan, badan audit eksternal, badan akreditasi, bahkan direktur rumah sakit.

Secara umum, beliau mengurus semua staf medik, kebutuhan dokter spesialis, dokter tamu, dan lain-lain. Namun, selama pandemi ini suasana pekerjaannya agak berubah karena mengharuskan beliau serta rekan stafnya mengenal digitalisasi yang mana hal tersebut membawa pembelajaran baru bagi mereka. Beliau mengurus segala pelayanan medik diluar ICU dan keperawatan. Sebenarnya, hal ini tergantung kebijakan dari administrasi rumah sakit yang bersangkutan, ada beberapa rumah sakit yang ICU serta keperawatan masuk kedalam bagian manajemen pelayanan medik. Namun, berbeda dengan tempat dr. Silvy bekerja sekarang yang kebetulan keperawatan ada kepala bagiannya sendiri sehingga beliau menjalankan keberjalanan manajemen diluar itu. Baginya, meskipun tidak bertemu pasien secara langsung, beliau tetaplah seorang dokter yang mana cara berpikirnya sudah dibentuk menjadi dokter yang menomorsatukan keselamatan pasien, berbeda dengan manajemen di bidang lain.

Selama menjalankan profesinya, beliau juga mengalami ups and downs seperti halnya krisis kepercayaan diri karena melihat kebanyakan rekannya menjadi dokter spesialis. Namun, beliau berusaha untuk tidak melihat tersebut sebagai jurang. Beliau menemukan adanya potensi yang besar ketika beliau mencoba melihat lebih luas lagi. Hingga akhirnya sekarang, beliau menemukan potensi serta passion-nya di bidang manajemen dan akan meneruskan perjuangannya sebagai seorang dokter yang ingin turut menciptakan fasilitas kesehatan yang bermutu melalui bidang tersebut.